Beberapa Kesalahan Dan Pembatal Wudhu-Wudhu
memiliki kedudukan yang penting dalam agama kita. Tidak sahnya wudhu
seseorang dapat menyebabkan sholat yang ia kerjakan menjadi tidak sah,
sedangkan sholat adalah salah satu rukun Islam yang tidak dapat
ditawar-tawar lagi. Oleh karena itu merupakan suatu kewajiban bagi
setiap muslim untuk memperhatikan bagaimana dia berwudhu. Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak
diterima sholat yang dilakukan tanpa wudhu dan tidak diterima shodaqoh
yang berasal dari harta yang didapat secara tidak halal.” (HR. Muslim).
Kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan oleh kaum muslimin pada tata cara berwudhu diantaranya:
1. Melafazhkan niat.
Kebiasaan salah yang sering dilakukan kaum muslimin ini bukan hanya
dalam masalah wudhu saja, bahkan dalam berbagai macam ibadah. Rosululloh
tidak pernah
melafazhkan niat ketika berwudhu sedangkan orang yang mengamalkan
perkara ibadah yang tidak pernah ada contohnya dari Rosululloh maka
amalan itu tertolak (Lihat hadits Arba’in Nawawiyah no. 5) dan
bahkan akan mendatangkan murka Alloh. Patokan dalam tata cara ibadah
adalah mengikuti Rosululloh, bukan akal pikiran atau perasaaan kita
sendiri yang akan menjadi hakim mana yang baik dan mana yang buruk.
Andaikan itu adalah hal yang baik, mengapa Rosululloh tidak
mengajarkannya atau tidak melakukannya? Apa mereka merasa lebih pintar,
lebih sholih, lebih bertaqwa, lebih berilmu daripada Rosululloh? Apakah
mereka merasa bahwa Rosululloh bodoh terhadap hal-hal yang baik sampai
mereka berkarya sendiri? Maka siapakah yang kalian ikuti dalam ibadah
ini wahai para pelafazh niat…???
2. Membaca doa-doa khusus dalam setiap gerakan wudhu seperti doa membasuh muka, do’a membasuh kepala dan lain-lain.
Tidak ada riwayat shohih yang menjelaskan tentang hal tersebut.
Tidak ada riwayat shohih yang menjelaskan tentang hal tersebut.
3. Tidak membaca “bismillah” padahal Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sempurna wudhu’ sesorang yang tidak membaca basmallah.” (HR. Ahmad)
4. Hanya berkumur tanpa istinsyaq
(memasukkan air ke hidung) padahal keduanya termasuk dalam membasuh
wajah. Adapun yang sesuai sunnah adalah menyatukan antara berkumur-kumur
dangan beristinsyaq dengan satu kali cidukan berdasarkan hadits Utsman bin Affan rodhiyallohu ‘anhu tentang tata cara berwudhu. (HR. Bukhari, Muslim)
5. Tidak membasuh kedua tangan sampai siku,
hal ini sering kita lihat pada orang yang berwudhu cepat bagaikan kilat
sehingga tidak memperhatikan bahwa sikunya tidak terbasuh. Padahal
Alloh Ta’ala berfirman, “Dan basuhlah kedua tanganmu hingga kedua siku.” (Al Maaidah: 6)
6. Memisah antara membasuh kepala dengan
membasuh telinga padahal yang benar adalah membasuh kepala dan telinga
dalam satu kali ciduk. Dan ini hanya dilakukan satu kali, bukan tiga
kali seperti pada bagian lain, hal ini berdasarkan hadits dari Utsman
bin Affan rodhiyallohu ‘anhu tentang tata cara berwudhu. (HR. Bukhari, Muslim).
7. Tidak memperhatikan kebagusan wudhunya
sehingga terkadang ada anggota wudhunya yang seharusnya terbasuh tetapi
belum terkena air. Rosululloh pernah melihat seorang yang sedang sholat
sedangkan pada punggung telapak kakinya ada bagian seluas uang dirham
yang belum terkena air, kemudian beliau memerintahkannya untuk mengulang
wudhu dan sholatnya.
8. Was-was ketika berwudhu.
Sering kita melihat ketika seseorang berwudhu hingga sampai ke
tangannya, dia teringat bahwa lafazh niatnya belum mantap sehingga dia
mengulang wudhunya dari awal bahkan kejadian ini terus berulang dalam
wudhunya tersebut hingga iqomah dikumandangkan, hal seperti ini adalah
was-was dari syaithon yang tidak berdasar. Wallahul musta’an.
Beberapa Pembatal wudhu yang disepakati :
1. Kencing (buang air kecil/BAK)
2.Buang Air Besar
3. Keluar angin dari dubur (kentut)
Angin yang keluar dari dubur (kentut) membatalkan wudhu, sehingga bila seseorang shalat lalu kentut, maka ia harus membatalkan shalatnya dan berwudhu kembali lalu mengulangi shalatnya dari awal.
Angin yang keluar dari dubur (kentut) membatalkan wudhu, sehingga bila seseorang shalat lalu kentut, maka ia harus membatalkan shalatnya dan berwudhu kembali lalu mengulangi shalatnya dari awal.
4. Keluar Madzi
Keluarnya madzi termasuk pembatal wudhu sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Ali bin Abi Thalib z. Ali berkata: “Aku seorang yang banyak mengeluarkan madzi, namun aku malu untuk bertanya langsung kepada Rasullah r karena keberadaan putrinya (Fathimah x) yang menjadi istriku. Maka akupun meminta Miqdad ibnul Aswad z untuk menanyakannya kepada Rasulullah r. Beliau r pun menjawab: “Hendaklah ia mencuci kemaluannya dan berwudhu.” (HR. Al-Bukhari no. 269 dan Muslim no. 303)
Keluarnya madzi termasuk pembatal wudhu sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Ali bin Abi Thalib z. Ali berkata: “Aku seorang yang banyak mengeluarkan madzi, namun aku malu untuk bertanya langsung kepada Rasullah r karena keberadaan putrinya (Fathimah x) yang menjadi istriku. Maka akupun meminta Miqdad ibnul Aswad z untuk menanyakannya kepada Rasulullah r. Beliau r pun menjawab: “Hendaklah ia mencuci kemaluannya dan berwudhu.” (HR. Al-Bukhari no. 269 dan Muslim no. 303)
5. Keluar Wadi
Keberadaan wadi sama halnya dengan madzi atau kencing sehingga keluarnya membatalkan wudhu seseorang.
Keberadaan wadi sama halnya dengan madzi atau kencing sehingga keluarnya membatalkan wudhu seseorang.
6. Keluar Darah Haid dan Nifas
7. Keluarnya Mani
8. Jima’ (senggama)
9. Menyentuh wanita
Ahlul ilmi terbagi dalam dua pendapat dalam menafsirkan firman Allah I: “Atau kalian menyentuh wanita …” (An-Nisa: 43)
Pertama: sebagian mereka menafsirkan “menyentuh” dengan jima’ (senggama), seperti pendapat Ibnu ‘Abbas, ‘Ali, ‘Ubay bin Ka’b, Mujahid, Thawus, Al-Hasan, ‘Ubaid bin ‘Umair, Sa’id bin Jubair, Asy-Sya’bi, Qatadah dan Muqatil bin Hayyan. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/227)
Kedua: ahlul ilmi yang lain berpendapat “menyentuh” di sini lebih luas/ umum daripada jima’ sehingga termasuk di dalamnya menyentuh dengan tangan, mencium, bersenggolan, dan semisalnya.
Ahlul ilmi terbagi dalam dua pendapat dalam menafsirkan firman Allah I: “Atau kalian menyentuh wanita …” (An-Nisa: 43)
Pertama: sebagian mereka menafsirkan “menyentuh” dengan jima’ (senggama), seperti pendapat Ibnu ‘Abbas, ‘Ali, ‘Ubay bin Ka’b, Mujahid, Thawus, Al-Hasan, ‘Ubaid bin ‘Umair, Sa’id bin Jubair, Asy-Sya’bi, Qatadah dan Muqatil bin Hayyan. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/227)
Kedua: ahlul ilmi yang lain berpendapat “menyentuh” di sini lebih luas/ umum daripada jima’ sehingga termasuk di dalamnya menyentuh dengan tangan, mencium, bersenggolan, dan semisalnya.
10. Muntah
Di antara ulama ada yang berpendapat bahwa muntah mengharuskan seseorang untuk berwudhu dengan dalil hadits Ma’dan bin Abi Thalhah dari Abu Ad-Darda bahwasanya Nabi r pernah muntah, lalu beliau berbuka dan berwudhu. Kata Ma’dan: “Aku berjumpa dengan Tsauban di masjid Damaskus, maka aku sebutkan hal itu padanya, Tsauban pun berkata: “Abu Ad-Darda benar, akulah yang menuangkan air wudhu beliau r.” (HR. At-Tirmidzi no. 87)
Di antara ulama ada yang berpendapat bahwa muntah mengharuskan seseorang untuk berwudhu dengan dalil hadits Ma’dan bin Abi Thalhah dari Abu Ad-Darda bahwasanya Nabi r pernah muntah, lalu beliau berbuka dan berwudhu. Kata Ma’dan: “Aku berjumpa dengan Tsauban di masjid Damaskus, maka aku sebutkan hal itu padanya, Tsauban pun berkata: “Abu Ad-Darda benar, akulah yang menuangkan air wudhu beliau r.” (HR. At-Tirmidzi no. 87)
11. Darah yang keluar dari tubuh
Darah yang keluar dari tubuh seseorang, selain kemaluannya tidaklah membatalkan wudhu, sama saja apakah darah itu sedikit ataupun banyak. Demikian pendapat Ibnu ‘Abbas, Ibnu Abi Aufa, Abu Hurairah, Jabir bin Zaid, Ibnul Musayyab, Mak-hul, Rabi’ah, An-Nashir, Malik dan Asy-Syafi’i. (Nailul Authar, 1/269-270). Dan ini pendapat yang rajih menurut penulis. Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Darah yang keluar dari tubuh seseorang, selain kemaluannya tidaklah membatalkan wudhu, sama saja apakah darah itu sedikit ataupun banyak. Demikian pendapat Ibnu ‘Abbas, Ibnu Abi Aufa, Abu Hurairah, Jabir bin Zaid, Ibnul Musayyab, Mak-hul, Rabi’ah, An-Nashir, Malik dan Asy-Syafi’i. (Nailul Authar, 1/269-270). Dan ini pendapat yang rajih menurut penulis. Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Demikianlah mengenai beberapa kesalahan dan pembatal dalam berwudhu yang banyak kita jumpai pada kaum Muslimin khususnya di negeri kita ini, semoga bermanfaat dan menjadikan kita lebih memperhatikannya lagi. Wallohu a’lam bish showab.